Senin, 02 Juni 2008

persoalan persolan kaum muda katolik dewasa ini

PERSOALAN-PERSOALAN KAUM MAHASISWA-MAHASISWI KATOLIK DEWASA INI

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Pemilihan Tema
Merumuskan persoalan-persoalan yang sedang dihadapi kaum muda merupakan salah satu tahap yang sangat mendasar dalam pendampingan dan pembinaan kaum muda. Dengan mengetahui persoalan-persoalan mereka, pembina atau pendamping akan sangat tertolong dalam merumuskan ‘kebutuhan-kebutuhan’ mereka, apa serta bagaimana sebaiknya tindakan yang harus dilakukan, sebab persoalan-persoalan yang ada dapat memberikan deskripsi ‘kebutuhan-kebutuhan’ mereka. Oleh karena itu, penulis mencoba meneliti dan merumuskan apa kiranya yang menjadi persoalan-persoalan yang dihadapi oleh kaum muda secara khusus mahasiwa-mahasiswi Katolik dewasa ini.
Pembahasan tema ini sudah lama penulis pikirkan, dan semakin diperkuat lagi setelah mendengar sharing dari Rm. Sugeng. Pr, salah seorang anggota komisi kepemudaan (KONKEP) keuskupan Malang. Di mana pendampingan kaum muda secara khusus mahasiswa-mahasiswi di keuskupan Malang belum terstruktur dan terorganisir dengan baik. Mereka masih bekerja secara kausistik. Cara kerja kasuistik ini memang tidak jelek tetapi tentunya sangat belum maksimal. Apa lagi di keuskupan Malang ada sangat banyak Universitas dan sekolah tinggi baik negri maupaun swasta, yang tentunya pemuda-pemudi Katolik juga ada di sana. Dan sebagian besar mereka adalah pendatang dari luar pulau, yang mana mereka tidak mempunya keluarga di Malang. Karena itu Gerejalah yang seharusnya menjadi tempat mengadu mereka sebagai ‘bapa’ atau ‘ibu’ mereka.

1.2 Sampel Penelitian
Berangkat dari kenyataan itu, penulis membuat penelitian di beberapa kampus, seperti Poltek Negri Malang, Unmer, Unibraw, Widya Karya dan Kanjuruan. Karena keterbatasan waktu dan tenaga, penulis tidak sempat membuat penelitian di semua Universitas dan Sekolah Tinggi yang ada di Malang. Oleh karena itu, penulis mencoba mencari juga informasi dari internet. Akan tetapi menurut penulis, informasi yang terkumpul sudah cukup representatif karena apa yang para sample sampaikan hampir mirip dan para sampel mewakili berbagai kelompok yang ada, seperti sebagian dari kelompok aktif, kurang akatif, pasif, keluarga kaya, miskin, asli penduduk Malang, dari luar kota, luar pulau, bahkan luar negri, juga yang masih tingkat awal sampai yang sudah tugas akhir dan beberapa biarawan yang mendampingi mahasiswa.

1.3 Metode Penelitian dan Pengumpulan Bahan.
Untuk mengumpulkan data dari lapangan, penulis menggunakan beberapa metode penelitian antara lain; Observasi (out sider) dan langsung tinggal bersama (in sider), serta wawancara (interview) langsung dan tidak langsung. Observasi tidak langsung penulis buat dengan mengamati para mahasiswa yang menjadi teman penulis, dan in sider penulis buat dengan berkunjung ke beberapa rumah dan kost mereka. Wawancara penulis buat secara langsung dengan anggota KMK POKTEK Malang dengan bertemu secara kelompok. Sedangkan wawancara tidak lansung, penulis buat dengan bertanya dengan beberapa mahasiswa Unibraw, Widya Karya dan Kanjuruan dengan tanpa memberikan informasi bahwa apa yang saya buat merupakan suatu penelitian.

1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk menemukan dan merumuskan apa yang menjadi persoalan mahasiswa-mahasiswi Katolik dewasa ini, secara khusus di Keuskupan Malang. Penulis berharap hasil penelitian ini dapat membantu para pendamping mahasiswa-mahasiswi Katolik dan secara khusus membantu KONKEP Keuskupan Malang dalam mendampingi mahasiswa-mahasiwi Katolik, yang tersebar di banyak Universitas dan Sekolah Tinggi namun belum mendapat pendampingan yang memadai.

2. Persoalan-Persoalan Kaum Muda ; Mahasiswa-Mahasiswi Katolik Dewasa Ini
Dari penelitian yang penulis buat, persoalan-persolan mahasiswa-mahasiswi Katolik dewasa ini, dapat dikelompokkan dalam dua bagian utama. Pembagian di bawah tidak mengikuti skema tertentu, tetapi hanya berdasarkan analisis atas data hasil wawancara, observasi langsung dan tidak langsung, penulis sendiri. Dan penomoran yang di bawah ini tidak mau membatasi secara kaku poin yang paling penting atau membuat suatu gradasi yang kaku.

2.1 Masalah Pribadi (pendidikan)
1. Ketidaksadaran
Kesulitan pertama dan terberat yang dihadapi penulis pada saat mengadakan interview adalah mahasiswa-mahasiswi Katolik itu sendiri tidak tahu apa persoalan utama yang mereka hadapi, bahkan ada seorang mahasiswa dengan tenangnya mengatakan bahwa dia tidak memiliki masalah. Setelah menuntun dengan pertanyaan-pertanyaan yang lebih konkrit, barulah mereka mengerti bahwa mereka sedang menghadapi begitu banyak masalah atau persoalan. Maka penulis mengelompokkan persolan ini sebagai persoalan pertama. Hal ini merupakan gambaran kaum muda Katolik yang belum mendapatkan pendampingan dan pembinaan sehingga sulit untuk melihat bahkan hal yang sedang terjadi dan dialaminya sendiri.
2. Pendidikan
Sebagai mahasiswa, mahasiswa-mahasiswi Katolik tentunya juga tidak lepas dari persoalan di bidang pendidikan. Beberapa persoalan yang mereka hadapi antara lain; kesulitan mengikuti dan menangkap pelajaran. Di pihak lain, ada juga mahasiswa-mahasiswi Katolik bahkan di jurusan yang sama tergolong pintar. Persoalannya, di antara mereka kurang ada kepedulian dan kerja sama (individualisme). Mereka sering beranggapan nilaimu urusanmu dan nilaiku usanku. Mereka sering sibuk dan berjuang sendiri-sendiri. Padahal dengan adanya kerja dan sharing dalam kelompok, yang merasa satu dalam ikatan yang mendalam, yaitu iman, tentunya mereka akan lebih dipermudah.
Dengan adanya pendampingan yang baik dan intensif tentunya mereka yang mampu mengikuti kuliah dengan baik dan lancar bisa diajak untuk peduli dan mau menolong sesamanya secara khusus teman seimannya yang sedang kesulitan. Pembinaan diharapkan bisa membuat mereka sadar bahwa mereka semua adalah anggota dari satu Tubuh, yaitu Tubuh Mistik Kristus.
3. Relasi, Waktu, dan Tempat
Persoalan relasi, waktu dan tempat yang dimaksud di sini lebih pada relasi, waktu dan tempat mereka. Persoalan relasi, waktu dan tempat ini disatukan karena menurut penulis ketiga masalah ini memiliki keterkaitan yang begitu erat. Inti persoalannya adalah mereka tidak saling kenal, apa lagi akrab satu sama lain. Hal itu terjadi karena mereka terpencar dalam jurusan-jurusan yang berbeda sekalipun kuliah di universitas yang sama, dan jarak antara kampus yang satu dengan yang lain cukup jauh. Untuk menagatasi itu, ada usaha untuk membuat UKMK dalam setiap kampus atau jurusan, namun mereka terbentur dalam urusan pendamping. Penyebab kedua sehubungan dengan itu, mereka sulit akrab karena mereka sibuk dengan tugas yang banyak dan merasa lebih dekat dengan orang-orang yang ada dalam satu jurusan saja. Padahal dalam satu jurusan belum tentu ada 10 % yang beragama Katolik bahkan sekalipun digabungkan dengan yang beragama kristen protestan lain.
Ada juga sebagian yang mempunyai niat dan kerinduan yang besar untuk bisa bergabung dengan kelompok KMK yang biasanya bertemu pada hari tertentu (misalnya di beberapa kampus dibuat hari Jumat siang; Poltek dan Unibraw misalnya). Akan tetapi mereka tidak sempat datang karena tidak memiliki alat transportasi sendiri. Padahal beberapa menit setelah pertemuan KMK, mereka masih akan mengikuti kuliah di kelas.


4. Iman (Religositas)
Dari sekian banyak persoalan yang disampaikan oleh para mahasiswa, ada satu persoalan yang menunjukkan betapa kesibukan studi dan kurangnya pendampingan telah membuat mereka kehilangan kesimbangan dalam membagi waktu. Persoalannya adalah waktu yang sering dikorbankan itu ialah waktu ke gereja (Misa) dan waktu berdoa. Hampir 90 % mengakui bahwa mereka mengakui bahwa setelah kuliah, mereka semakin sering tidak mengahadiri perayaan Ekaristi pada Hari Minggu. Selain itu, mereka juga mengakui bahwa kesibukan dan banyaknya tugas di kampus sering membuat mereka tidak ada waktu lagi untuk berdoa, yang lain ada yang menjadi lupa, dan yang lain mengurangi waktu untuk berdoa pribadi.Alasan mengapa mereka semakin sering tidak mengikuti perayaan Ekaristi pada Hari Minggu tidak hanya karena banyaknya tugas. Persoalan lain dialami oleh mereka yang berasal dari luar kota atau luar pualau, yaitu malas pergi ke gereja karena tidak ada teman Katolik di sekitar tempat kostnya.
Banyaknya tugas dan rasa malas kiranya bukanlah persoalan yang tidak bisa diatasi. Inti permasalahan dari kedua alasan mereka itu adalah “pembagian waktu dan semangat”. Maka dalam pembinaan yang akan diberikan hendaknya mereka tidak hanya diberi hal-hal atau ide-ide yang bersifat rohani atau teologis (doktrinal). Hal itu memang sangat perlu untuk meningkatkan iman dan kesetian mereka dan sekaligus memperkuat radikalisme iman mereka (radikalisme dalam hal ini tentu dalam pengertian posistif; ‘semangat’). Akan tetapi, mereka perlu juga diberikan pembinaan kepribadian seperti bagaimana cara mengoleh dan memecahkan konflik, strategi berelasi yang sehat dan bagaimana me-manage waktu.
Dengan demikian, mereka tidak hanya bertumbuh dalam iman saja, tetapi juga bertumbuh dalam kepribadian. Dengan demikan perkembangan mereka semakin holistik dan ‘sempurna’. Untuk jangka panjang hal ini sangat berguna, untuk persiapan mereka kelak menjadi seorang ibu atau bapak rumah tangga Katolik yang beriman sekaligus mantap dalam mengahadapi hidup mereka sehari-hari.


2.2 Masalah Soial-Ekonomi
1. Kesulitan ekonomi
Masalah atau persoalan ekonomi memang bukan khas persoalan mahasiswa-mahasiswa Katolik saja. Setiap mahasiswa bisa saja mengalaminya. Namun menurut penulis bila ada pembinaan yang terarah dan terorganisir, maka persoalan ini mungkin masih bisa diatasi dengan mencari sponsor atau membantu mereka menemukan pekerjan sampingan di luar waktu kuliah.
Persoalan ini penulis angkat karena ada seorang sampel penulis yang pada akhirnya harus berhenti kuliah karena masalah ekonomi. Selain itu, penulis mengenal seorang mahasiswa kristen dan beberapa mahasiswa atau bahkan pelajar yang sampai terjun ke dunia pelacuran untuk mendapatkan uang menyelesaikan pendidikan mereka. Maka penulis berasumsi, bukan tidak mungkin bahwa akan ada atau malahan sudah ada mahasiwa atau mahasiswi Katolik, yang sedang mengalami kesulitan ekonomi menggeluti profesi pelacur (WTS atau Gigolo), hanya untuk mencari uang tambahan dalam menyelesaikan pendidikan mereka.
Masalah ekonomi yang kedua adalah kesulitan mengumpulkan atau mencari dana. Bila mereka berencana membuat suatu kegiatan, mereka bisanya kesulitan dalam mencari dana, karena keuangan mereka masih tergantung pada orang tua. Biasanya mereka mencoba kreatif sendiri mencari dana dengan mengamen di paroki-paroki. Tetapi bukankah kegiatan mengamen ini bisa menumbuhkan ‘mental pengamen’ dalam diri mereka? Kiranya dengan adanya pembinaan yang baik dan terarah mereka bisa diajak untuk mencari uang dengan cara yang lebih kreatif tapi tanpa menjerumuskan mereka pada suatu mentalitas yang kurang baik.
2. Pacaran dengan penganut agama lain
Pacaran merupakan salah satu dinamika kehidupan yang dialami oleh kaum muda. Pacaran sering juga menimbukan persoalan yang beragam. Bagi mahasiswa-mahasiswi Katolik yang adalah kelompok minoritas, persoalan ini menjadi salah satu masalah yang harus diperhitungkan. Dari semua sample penulis memang hanya sekitar 10 % yang sedang mengalami persoalan ini. Inti persoalannya adalah mereka memiliki pacar dari agama lain dan sama-sama tidak mau mengalah, mengikuti agama salah satu dari mereka.
Mereka umumnya mengatakan bahwa persoalan itu masih belum terlalu mereka khawatirkan karena masih belum tentu sampai ke jenjang pernikahan. Akan tetapi, ada juga seorang mahasiswi yang tanpa merasa bersalah atau pusing bila pacarnya tidak mau masuk Katolik, maka dia sendiri yang akan mualaf (masuk agama Islam). Pernyataan ini membuat penulis makin menyadari betapa merosotnya radikelisme iman mahasiswa-mahasiswi Katolik dewasa ini. Padahal dia merupakan mahasiswi yang cukup aktif dalam kegiatan Kemahasiswaan Katolik (KMK). Maka, apa yang menjadi koreksi adalah bagaimana pembinaan yang telah dibuat selaman ini belum mampu menumbuhkan radikalisme iman mereka. Mungkin pesoalan ini akan semakin pelak dan lebih serius dihadapi oleh mereka yang tidak aktif dalam unit pembinaan kemahasiswaan dan pembinaan di parokinya.
Ada beberapa mahasiswa yang memang tidak aktif dalam UKM, tetapi mereka aktif dalam kegiatan mudika paroki. Mereka ini masih cukup tertolong. Akan tetapi bagaimana dengan mereka yang adalah mahasiswa pendatang dari luar pulau (Sumatra, Kalimatan, Sulawsi, Bali, NTT, NTB, Papua, dsb), bahkan di Malang ada ratusan juga mahasiswa-mahasiswa Katolik yang datang dari Luar negri, paling tidak yang sempat penulis wawancarai adalah mereka yang berasalah dari Negara bekas provisi terakhir Indonesia, Timor Leste, yang mana mereka juga tidak mau aktif dalam salah satu paroki tertentu.
Lalu apa yang mereka lakukan untuk memenuhi kebutuhan rohani mereka yang belum tertangani secara baik di paroki dan pastoral mahasiswa? Beberapa mereka mencoba kreatif sendiri dengan membentuk kelompok doa. Salah satunya adalah kelompok Legio Maria mahasiswa. Namun dari infomasi yang kami dapat dari salah satu pembina Legio Maria mahasiswa yang ada di Malang, mereka yang aktif dalam Legio itu umumnya adalah mahasiswi (perempuan), walau ada juga beberapa laki-laki. Lalu bagaimana dengan para mahasiswanya (laki-laki)? Sejauh ini, penulis belum menemukan ada kelompok kegiatan rohani yang mereka minati.

Akan tetapi kedua masalah ini tidaklah berdiri sendiri tanpa ada hubungan satu sama lain, justru sebaliknya kedua persoalan ini begitu erat dan saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu pembagian ini hanya tidak dimaksudkan untuk membuat pembatasan tetapi untuk mempermuda pendamping atau Pembina kaum muda dalam melihat gradasi persoalan-persoalan yang ada.


3. Kesimpulan dan Penutup
3.1 Kesimpulan
Setelah menguraikan persoalan mahasiswa-mahasiswi Katolik dewasa ini, penulis menemukan bahwa mahasiswa-mahasiswi Katolik dapat digolongkan dalam tiga kelompok besar; pertama, mereka yang aktif dalam KMK dan aktif juga di mudika paroki. Kedua, mereka yang aktif di KMK tetapi tidak aktif di dalam mudika paroki. Kelompok ketiga, mereka yang tidak aktif dalam KMK dan juga tidak aktif dalam mudika paroki.
Menurut bapak Antonius Krisnamurti seorang pemerhati KMK mengatakan “ minimal ada dua golongan besar mahasiswa dalam KMK, yaitu aktif dan pasif. Golongan aktif adalah mahasiswa Katolik yang aktif dalam kegiatan KMK di kampusnya. Yang pasif adalah mereka yang lebih memilih aktif di kegiatan mahasiswa lain atau fokus hanya ke studinya”. Hal ini diakui oleh Agustinus Amapoli Karangora Mahasiswa Semester VIII Jurusan Fisika FMIPA Unair, seorang pelopor KMK di kampus dan Universitasnya. Menurutnya ada banyak alasan yang sering dilontarkan oleh kelompok pasif bahwa KMK itu membosankan; bahkan ada juga yang mengatakan, KMK itu ekslusif. Artinya, KMK hanya berguna bagi sebagian kecil mahasiswa Katolik (kelompok aktif), padahal masih banyak mahasiswa Katolik yang memerlukan sapaan dan pendampingan (kelompok pasif).
Deskripsi persoalan-persoalan yang sedang dihadapi oleh mahasiswa-mahasiswi Katolik di atas pastilah belum mewakili atau merangkum semua persoalan yang mereka hadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan penelitian lebih lanjut dan lebih luas dari semua pihak yang bertanggung jawab atas penanganan kaum muda. Akan tetapi, menurut penulis jika persoalan-persoalan tersebut di atas sudah bisa ditangani dengan baik sebagian besar persoalan mereka sudah teratasi. Dan tujuan pastoral kaum muda secara khusus mahasiswa yang berorientasi dalam pembentukan insan Katolik yang dewasa dan integral dalam iman dan kepribadian sudah hampir tercapai.


3.2 Penutup
Semoga hasil penelitian ini bisa berguna untuk pembinaan dan pendampingan mahasiswa Katolik baik di tingkat paroki maupun di tingkat keuskupan. Hal ini menjadi sangat perlu dan mendesak mengingat banyaknya tantangan yang mereka hadapi. Mereka juga berada di tengah masyarakat yang sangat majemuk dalam berbagai aspek, seperti agama, status sosial-ekonomi, dan sebagainya. Selain itu, Gereja Katolik juga selain berjuang menghadapi derasnya arus globalisasi yang berdampak dengan krisis nilai-nilai kehidupan, moral dan budaya, Gereja kita juga berhadapan dengan agama lain, baik yang Kristen maupun yang non-kristen yang semakin menunjukkan radikalisme mereka.

















DARTAR PUSTAKA
DARTAR PUSTAKA DAN BAHAN BACAAN

Charles, Shelton. M, Spiritualitas Kaum Muda; Bagaimana Mengenal dan Mengembangkannya, Yogyakarta: Kanisius, 1987.
---------, Moralitas Kaum Muda; Bagaimana menanamkan Tanggung Jawab Kristiani, Yogyakarta: Kanisius, 1987.
Firmanto, A. Denny dan Yustinus (eds), Orang Muda Katolik Indonesia Dalam Pusaran Globalisasi, Vol 17, Seri 16, 2007, Malang: STFT- Dioma, 2007.
Komisi Kepemudaan KWI, Pedoman Patoral Kaum Muda, Jakarta, 1993.
Krisnamurti, Antonius, Special Forces Kerajaan Allah dan Organisme Mahasiswa Katolik, dalam http://krisnaster.blogspot.com/2005/11/special-forces-kerajaan-allah-dan.html krisnamurti.htm.
Lanur, Alex, Menemukan Diri, Yogyakarta: Kanisius, 1993



Rabu, 23 Januari 2008

vid

http://www.livevideo.com/video/celticcharm/DC71B26D2EEE4B6796B9DBE771AB76EF/banksy.aspx

back to campus

wa-ow
serem dech balik ke kampus lg

Kamis, 25 Oktober 2007

http://www.livevideo.com/video/1521A4FB5FC34D6BA91FF47B0AF69A84/thankyou-lv.aspx

inilah kisah hidupku

saya akan mulai dari sejak pertama aku datang ke planet ini;

saya tidak tahu saya dari planet mana
saya lahir tanpa ditannya apakah saya mau atau tidak
sama seperti semua org lain

coba kalau ditanya apakah km mau lahir
dan turun ke dunia?

mungkin saya akan mempertimbangakan denagan
serius....

next